Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sabtu, 24 Juli 2010.
Ilmuwan yang berpikir filsafati,
diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari
ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami
sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya
bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu, maka proses pendidikan hendaknya bukan
sekedar untuk mencapai suatu tujuan akhir tapi juga mem-pelajari hal-hal yang
dilakukan untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
Sehingga, ilmuwan selain sebagai orang berilmu juga memiliki kearifan,
kebenaran, etika dan estetika.

Secara epistemologis dapat dikatakan bahwa
ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan hasil dari akumulasi pengetahuan
yang terjadi dengan pertumbuhan, pergan-tian dan penyerapan teori. Kemunculan
teori baru yang menguatkan teori lama akan memperkuat citra sains normal. Tetapi,
anomali dalam riset ilmiah yang tidak bisa dise-lesaikan oleh paradigma yang menjadi
referensi riset, menyebabkan berkembangnya paradigma baru yang bisa memecahkan
masalah dan membimbing riset berikutnya (mela-hirkan revolusi sains). Tumbuh
kembangnya teori dan pergeseran paradigma adalah po-la perkembangan yang biasa
dari sains yang telah matang. Berkembangnya peralatan analisis juga mendorong
semakin berkembangnya ilmu. Contoh epistemologi ilmu dimana terjadi perubahan
teori dan pergeseran paradigma terlihat pada perkembangan teori atom, teori
pewarisan sifat dan penemuan alam semesta.

Dalam perkembangan ilmu, suatu kekeliruan
mungkin terjadi terutama saat pembentukan paradigma baru. Tetapi, yang harus
dihindari adalah melakukan kesalahan yang lalu ditutupi dan diakui sebagai
kebenaran.

·
Perkembangan teori atom

Konsep atom
dicetuskan oleh Leucippus dan Democritus (abad ke-6 SM): materi (segala sesuatu di alam) secara fisik
disusun oleh sejumlah benda berukuran sangat kecil (atom). Atom merupakan partikel
yang sangat kecil, padat dan tidak bisa dibagi, bergerak dalam ruang dan
bersifat abadi. Menurut John Dalton
(1766–1844) setiap unsur kimia dibentuk oleh partikel yang tak bisa diurai
(atom).

Pergeseran paradigma terjadi ketika ternyata dibuktikan bahwa atom
masih bisa dibagi dan memiliki elektron (J.J. Thomson,1856–1940) dan proton (E.
Goldstein, 1886). Pengetahuan bahwa
atom bisa dibagi membuat ilmuwan lalu mereka-reka struktur atom. Thomson, menganalogikan
atom seperti roti tawar dengan kismisnya, dimana elektron dan partikel positif
terdistribusi merata. Dari penelitian E. Rutherford (1871-1937) disimpulkan bahwa
elektron mengorbit mengelilingi nukleus. Postulat ini diperbaiki oleh J.
Chadwick (1891–1974): atom memiliki
sebuah inti yang terdiri dari nuklei, dan elektron-elektron yang mengorbit
mengelilinginya; dan lalu disempurnakan oleh Niels Bohr yang mempertimbangkan
efek kuantisasi energi atom. Teori-teori atom dan strukturnya masih terus
disempurnakan. Saat ini mulai terjadi anomali yang menggugat paradigma yang sudah
ada. Murray Gell-Mann (1964) mengatakan, proton dan netron masih bisa dibagi
menjadi quark.

·
Perkembangan teori pewarisan sifat

Pemikiran
tentang pewarisan sifat sudah ada sejak jaman dulu. Plato dengan paham esensialismenya
menjelaskan, setiap orang merupakan bayangan dari tipe ideal. Esensinya,
manusia adalah sama dan keragaman di dunia tidak ada artinya.

Perkembangan
teori ini diawali dengan dilema yang dihadapi Darwin: apa penyebab variasi dan apa yang
mempertahankan variasi? Menurut F.
Galton, setiap anak menuju kecenderungan rata-rata dari sifat induknya. Sifat-sifat hereditas konti-nyu dan bercampur,
anak adalah rata-rata dari kedua orang tua, maka variasi tidak ada. Sementara menurut Darwin, keragamanlah yang
penting, bukan rata-rata tetapi Darwin belum bisa menjelaskan mengapa keragaman
tersebut bisa terjadi. Hipotesa
sementaranya menjelaskan bahwa kopi sel dari setiap jaringan yang dimasukkan ke dalam
darah (gemmules)-lah yang memproduksi keragaman ketika gemmule dibentuk dan
dikonversi kembali menjadi sel tubuh pada saat reproduksi. Tapi, perjalanan
sejarah ilmu perkembangan sel selanjutnya membuktikan bahwa hipotesis ini
salah. Mendell yang melakukan persilangan
kacang dan menghasilkan varietas yang berbeda, mulus dan keriput tapi tidak
ada yang di tengah-tengah, menyimpulkan bahwa sifat-sifat yang diturunkan bersifat
diskrit, ada yang dominan dan ada yang resesif, tapi tidak bisa bercampur. Teori
inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pe-ngembangan teori pewarisan
sifat.

·
Perkembangan teori tata surya

Prediksi peredaran
matahari, bintang, bulan dan gerhana sudah dilakukan bangsa Baylonia, 4000
tahun yang lalu. Kosmologi Yunani (4SM) menyatakan bumi pusat dan semua benda
langit mengitari bumi. Konsep ini dipatahkan Copernicus (1473-1543) yang menyatakan
bahwa matahari adalah pusat sistem tata surya dan bumi bergerak mengelinginya
dalam orbit lingkaran. Teori Copernicus menjadi lan-dasan awal pengembangan
ilmu tentang tata surya.

Seorang ilmuwan berada pada posisi dimana
dia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pada fakta (factual knowledge). Tetapi,
fakta itu tidak berarti walaupun bisa menjadi instrumen jika tidak
diaplikasikan. Aplikasi dari suatu kajian ilmu hendak-lah mempunyai nilai
kegunaan (aksiologis) yang memberi makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan yang
dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan
Kajian filsafat berkenaan dengan pencarian kebenaran fundamental. Seorang
ilmuwan, hendaklah mengkaji kebenaran fundamental dari suatu alternatif
pemecahan masalah yang disodorkannya. Seorang ilmuwan juga memiliki tanggung
jawab sosial untuk memberi perspektif yang benar terhadap suatu masalah yang
sedang dihadapi dan alternatif pemecahannya secara keilmuan kepada mayarakat
awam. Dengan penguasaan ilmunya, seorang ilmuwan juga hendaknya bisa
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seharusnya mereka
sadari.

Sebagai contoh, kajian ilmu bioteknologi, revolusi hijau (bibit unggul,
pestisida, pupuk kimia) dan tanaman transgenik telah meningkatkan factual knowledge yang dimi-liki. Tetapi,
ketika akan diaplikasikan ke masyarakat sebagai alternatif untuk mengatasi
masalah, misalnya aplikasi tanaman transgenik untuk mengatasi produksi pangan
yang terus menurun, maka kita perlu mempertanyakan kebenaran fundamental yang
ada dibelakangnya. Apa penyebab masalah yang sebenarnya? Apa saja alternatif
pemecahan ma-salahnya? Apakah alternatif
yang diajukan memang alternatif terbaik untuk mengatasi masalah? Bagaimana
kajian keuntungan dan resiko dari alternatif yang dipilih ini? Bagaimana
dampaknya terhadap kemanusiaan, lingkungan, ekonomi dan sistim sosial masyarakat?
Hal-hal ini harus dipelajari dan dijawab oleh ilmuwan sebelum alternatif ini
benar-benar dipilih untuk mengatasi suatu masalah. Sehingga tidak terjadi kasus
dimana aplikasi dari suatu factual
knowledge ternyata pada akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi manusia,
lingkungan, sosial ataupun aspek lain dari kehidupan masyarakat.

Comentários:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar Anda untuk Blog Ini

 
KANAK HULU MAHAKAM © Copyright 2010 | Design By dhinkdoank |